Gunung Merapi, kali kedua

25 Agustus 2016. Rasanya jadi pengangguran tuh nggak enak. Nggak ada status sosial yang orang tua aku bangga-banggakan di depan temen-temennya. Pastinya sedih. Tapi, Mah, Pak, semua itu butuh proses. Aku akan berusaha sekuat tenaga, jika sudah waktunya aku mendapatkan pekerjaan, pastinya status pengangguranku pun aku luntur kok. Tenang Mah, Pak. Everything will be fine soon. Promise from your the only one daughter.

Capek ah musingin omongan orang, yang mana pengangguran seperti tak ada tempat di dunia ini. Hiks. Yah, namanya juga freshgraduate, baru lulus kemarin, butuh proses untuk mendapatkan pekerjaan yang layak. 

Oke, kita tinggal naik gunung aja deh. Biar pikiran fresh! Hahaha.

Petualanganku kali ini di Gunung Merapi. Yah, dulu pernah kesini sih. Tapi aku kemari lagi dengan orang yang berbeda. Aku bersama Mbak Ai, Dana, Mas Imam, Mas Nasrul dan Mas Adib. Mereka semua adalah anak Teknik Sipil yang sedang menunggu wisuda. Niatnya ke Gunung Merapi ini adalah untuk melepas status mahasiswa mereka gitu. Sedangkan aku niatnya karena pengen refreshing, bosen dirumah terus :((

Aku udah ngga ngekos lagi, jadi aku nginep di kosnya Mbak Ai. Keesokan harinya kami berangkat menuju Selo dengan mengendarai motor. Sampai Selo pukul 11.00pm. Kami nongki cantik dulu di beskem. Haha, entahlah kenapa kami lama banget nongki di beskem. Terus perjalanan di mulai sekitar jam 12an malem. 

Ini pendakian yang sangaaaat santai. yang penting mlaku ae lah. Rencananya pas masih di Tembalang tuh jam 7 udah sampai Selo, tapi karena kitanya yang santai jadi molor terus gitu. HAHA.

Nah, pendakian pun dimulai. Saat masih di area perkebunan warga, Mbak Ai tiba-tiba kebelet pipis lalu ia pun menuju semak-semak. Maklum, di gunung mah pipisnya emang gitu. Ngga ada toilet soalnya. Dikira hotel apa yak, ada toilet --". Nah, setelah pipis itu tiba-tiba aja kakinya kecetit. Kalau buat nanjak sakit banget. Akhirnya, ia pun memutuskan untuk turun. Pulang.

Mas Imam dan Dana sudah di posisi atas. Sudah tak tampak bayangannya. Secara gelap. Mungkin sudah jauh kali ya jaraknya. Yang dibawah masih ada aku dan Mas Adib. Mas Nasrul dan Mbak Ai sudah turun duluan untuk pulang. Akhirnya, aku dan Mas Adib pun segera menyusul Mas Imam dan Dana.

Sebelum mulai naik, tiba-tiba aku kedatangan tamu. I mean, Im bleed! So, pendakian ini cukup berat. Badan udah capek, trek yang terjal membuatku agak susah. Tapi, di semangatin Mas Adib untuk terus lanjut. Okelah, sudah sampai sini. 

"Mas ngantuk banget" Keluhku. Yakin, ini pendakian tiktok rasanya beraaat. Mungkin kebanyakan dirumah nggak banyak aktivitas, paling joging kecil doang sih, jadi ketika melakukan aktivitas berat kaya mendaki ini rasanya beraat. 

"Yaudah tidur dulu wing, 5  menit yak!" Kata Mas Adib.
"
Dan tiap di tanjakan hampir seperti ini. Tidur dulu 5 menit. Hehe, maafin diriku Mas Adib.

Aku dan Mas Adib pun melambaikan tangan, nyerah akan serangan kantuk yang terus menerjang tanpa ampun. Kami pun memutuskan untuk mengeluarkan matras sebagai alas kami tidur. KAmi cari tempat yang lapang dibawah pohon. Kami pun memejamkan mata sejenak. No need a tend or sleepingbag. Duh, dingin menusuk melalui celah jaket. Hiraukan deh, rasa kantuk lebih besar daripada dingin. Dan untungnya kami dibawah pohon, jadi angin yang menghembus bisa dihalau oleh dahan-dahan. 

Cahaya mega dari sunrise pun mulai menyingsing. Aku pun dibangunkan Mas Adib untuk mulai melanjutkan perjalanan. Bahkan, kami pun belum sampai di pos 2. 

Sampai pos dua kami bertemu tenda yang sudah di bangun Mas Imam dan Dana. Akhirnya kami masuk tenda dan lanjut tidur lagi. HAHAHA. 

Jam setengah tujuh; aku, Mas Adib dan Dana menuju pasar bubrah. Mas Imam udah nggak kuat, dia jaga tenda aja deh. Matahari mulai meninggi. Semua pemandangan terlihat jelas. Aku jadi flashback sama pendakian Merapi 2 tahun yang lalu. Hihihi, ah nggak boleh baper! 

Ternyata treknya masih sama. Aku juga melewati batu yang 'mistis' itu. Dulu tuh pas pendakian Merapi pertamaku, aku, Desta dan Mas Khanif pernah foto di batu gede itu. Karena kami melihatnya unik, kami pun mengabadikan momen. Nah, pas sampai Tembalang kami mulai mengechek foto-foto, namun foto yang ada di batu gede itu hilang. Kami pun mikir, ah paling waktu itu lupa mencet shutternya kali ya. Kami berusaha untuk positive thinking. Sampai beberapa bulan berlalu, waktu aku nongki-nongki dengan temanku yang pernah mendaki di Merapi, dia pun cerita kalau pas ke Merapi selalu foto di batu gede itu, tapi tiap sampai Kos, foto yang di batu gede itu selalu hilang. Nggak berbekas. Nah, itu menimbulkan tanda tanya besar di benak kami, what happened with that rock? I dont know~

Sampai pasar bubrah, angin berhembus sangat kencang. Aku nggak niat untuk sampai puncak. Udah pernah, dan untuk sampai kesana tuh butuh perjuangan ekstra. Haduh, gak mau lagi. Dana juga menciut nyalinya, liat puncak yang menjulang dan treknya berupa pasir-pasir aja. Mas Adib semangat banget untuk sampai puncak, karena berkali-kali ke Merapi nggak pernah sampai puncak. Jadi, baru kali ini ia menjejakkan kakinya di puncak. 

Aku dan Dana pun foto-foto di Pasar Bubrah. Merbabu menjulang dengan gagahnya di sebrang Merapi. Cuaca sangat cerah, secerah hatiku (halah!). 


Hai Merbabu, dari Merapi

Beskem coy!









2 comments :

  1. Oya, aku denger malah ada semacam tour merapi gitu buat liat2 efek letusan merapi ...

    ReplyDelete

silahkan berkomentar sesuka hati disini..

My Instagram

Copyright © Amirotul Choiriah . Blogger Templates Designed by OddThemes