A cup of tea by Gita Savitri Devi

Akhirnyaa.. selesai juga aku membaca bukunya Gita Savitri Devi yang berjudul A cup of tea. Ini adalah buku kedua dari Gitasav. Buku pertama yang dia tulis berjudul Rentang Kisah dan sudah di filmkan. Buku keduanya ini berbeda dengan buku pertama, kalo yang kedua ini lebih ke pengalaman-pengalaman Gita dalam traveling sendirian dan bertemu banyak orang lalu mendapatkan cerita-cerita hidup seseorang. Jadi, dia lebih banyak mengambil hikmahnya sih untuk bisa memanusiakan manusia dari bertemu dengan beberapa orang itu.



Dalam buku ini Gita bener-bener nggak menyangka bahwa ia dapat merealisasikan impianya untuk 30 countries before 30. Jadi, dia punya keinginan sebelum ia berumur 3o tahun ia ingin mengunjungi 30 negara. Well, it will happen. Dari sini dia pun berpendapat bahwa “ucapan adalah doa. If you keep thinking bout your dream, it will happen someday, somehow. Mungkin kita nggak tahu apa yang hari kita lakukan, tapi kita harus punya keyakinan untuk meraihnya dikemudian hari” dan aku sangat mengamini pernyataan Gita tersebut. Ucapan adalah doa. Ini bisa mendorong untuk kita bisa berbicara yang baik-baik, tanpa merendahkan diri sendiri untuk tidak merasa tidak mampu, tidak cakap dan kata-kata pesimis lainnya.

Misi di hidupnya Gita adalah untuk melihat dunia dan orang-orangnya. Di buku ini juga dijelaskan Gita bertemu dengan banyak orang dengan kisah yang berbeda-berbeda dari berbagai negara yang ia kunjungi. Dibandingkan kisah hebat orang lain, Gita merasa hidupnya begitu-begitu saja,tapi dia pun mempertanyakan “apakah Tuhan punya maksud ketika menciptakan gue ke dunia ini?”

Ini pertanyaan banyak orang sih. Tuhan pasti menciptakan kita di dunia untuk memerankan peran kita masing-masing. Peran yang sangat pas dan cocok untuk kita. kita bisa melakukan yang terbaik dengan membawa nama kita. do the best always do the best.

Dalam buku ini Gita menuliskan tentang keresahannya tentang kebencian di dunia maya dan dunia nyata. Hal ini ia alami selama ia hidup di dunia maya. Ia sebagai influencer di youtube dan instagram, tak luput mendapatkan cyber bullying dari netizen. Dan ini membuat Gita sangat down. Bahkan ia sampai datang ke psikolog untuk menuangkan apa yang ia rasakan dan berharap ia dapat sembuh dari sakit hati yang ia terima dari orang-orang yang bahkan tidak mengenal personalnya. Mereka hanya sebatas tau di internet, namun seolah-olah merasa sangat dekat dan meminta Gita untuk berpikir seperti apa yang mereka harapkan. Tentu saja ini sangat tidak adil, Gita sama seperti kita yaitu manusia biasa. Punya salah dan melakukan hal yang benar. tapi jika banyak orang yang mengolok-olok, mempermalukan, bahkan melabeli dengan label negatif, itu sangat meresahkan. Semoga kita semua bisa memanusiakan manusia seperti halnya kita ingin di perlakukan ya!

“Sampai sekarang gue masih percaya bahwa cobaan adalah bentuk kasih sayang Tuhan. Semata-mata agar kita tumbuh jadi manusia yang lebih kuat dan bijaksana. Yang menjadi tantangan adalah bagaimana kita selalu berbaik sangka kepadaNya, seberapa besar cobaan menerpa kita”

A cup of tea sesuai dengan nama blog pribadinya Gita, ia menuangkan keresahan-keresahan di otaknya. Dalam buku ini, ia juga sangat resah akan kebencian manusia pada suatu kaum. Tidak hanya di Indonesia saja, di negara yang ia datangi pun juga terdapat masalah serupa. “sebenarnya gue juga nggak paham, apa yang mendasari kebencian seseorang akan suatu kaum. Gue mengerti bahwa ketidaktahuan merekalah yang menggerakkan prasangka. Jika di posisi mereka, gue akan mencari tahu, bukan mencurigai lalu membenci”

Gita mengajarkan lewat tulisannya untuk menghargai perbedaan supaya dunia ini damai dan tenang. Harus sering banyak belajar tentang keindahan dalam perbedaan. Selalu ingat setiap individu itu berbeda-beda, dan kita sebagai manusia patut menghargainya tanpa melakukan penghakiman atas keyakinan seseorang.

Gita juga menceritakan tentang pernikahannya dengan Paulus Partohap. Gita yang seorang introvert harus berdampingan dengan pasangannya. Pentingnya memilih pasangan yang satu frekuensi dengan visi dan misi yang sama tentang hidup. Tidak hanya kenyamanan saja yang dicari. Karena pada akhirnya “menikah bukan soal menggantungkan hidup dengan orang lain, tapi berjalan bersamasama. Tidak harus berdempetan, tetapi tetap menjaga jarak. Menemukan teman hidup, tapi bukan berarti kehilangan diri sendiri”

Gita sangat beruntung dengan kehadiran Paul dalam hidupnya. Paul adalah seorang yang tak pernah menuntut apapun dan membebaskan Gita melakukan apa yang ia suka. Memberi ruang bila ingin sendiri. Pada dasarnya Gita yang independent women somtimes need free time. Dan Paul sangat menghargainya.

Buku ini sekali duduk bisa langsung kelar, bahasanya ringan dan relate dengan hidupku saat ini. Karena aku sedang mengalami fase kehidupan yang sama seperti Gita, rasanya seperti mengobrol denganya soal kehidupan ini.

Buku ini juga membahas tentang bagaimana pentingnya menjadi pendengar yang baik. Kadang kita sebagai manusia sulit untuk mendengar lawan bicara. Kita lebih suka berbicara, menjadi pusat perhatian, pada dasarnya manusia memang mahluk narsis yang mana suka mendapatkan validasi lawan bicara.

Tapi hidup harus seimbang, adakalanya kita juga harus bisa mendengar. Mendengar untuk mengerti, bukan untuk merespon. “disinilah pentingnya untuk bisa berempati dengan lawan bicara. Ada masanya lawan bicara butuh divalidasi, bukan dikacangin bahkan dihakimi”

Berbicara tentang kebagaiaan, menurut Gita “akar dari kebahagiaan adalah rasa syukur dan jujur terhadap diri sendiri”. terkadang manusia sangat suka membanding-bandingkan diri dengan kehidupan orang lain, bahkan di era sosial media ini yang mana baik-baiknya saja yang ditunjukan di sosial media, merasa semua bahagia. Gita pun terus mencerna fenomena kebahagiaan diri ini. “kebahagiaan itu bukan di cari, tapi di bikin. Kita tidak akan pernah bahagia jika kita menggantungkan perasaan itu pada faktor eksternal”

“Kita juga tidak akan merasa bahagia bila masih memiliki perasaan takut. Takut untuk jadi apa adanya. Takut menghadapi kenyataan. Takut menghadapi masa depan dan konsekuensi yang ada. Takut menghadapi emosi negatif daripada menghadapinya.

13 comments :

  1. moodku berubah2, termasuk utk menikmati buku dan film. buku ini sewaktu2 keknya pas kalo aku pas sedang pengin baca yg ringan. kalo sekarang moodnya lg mau yg mikir, topik crime gitu

    ReplyDelete
  2. Aku bulan ini menargetkan baca buku 2 tiap bulan ahahahhaha. Tapi belum punya buku yang kamu review ini

    ReplyDelete
  3. Aku belum sempat baca buku ini kak, baru baca buku yang rentang kisah :D
    Kayaknya lebih ringan dibandingkan rentang kisah ya?

    ReplyDelete
  4. Gita Savitri, sering aku lihat kontennya berada di Twitter, IG dan Youtube.
    Nmun, baeu tahu kalo belio bikin buku juga yaa ternyata kak

    ReplyDelete
  5. 30 negara sebelum 30 tahun. Saya bahkan masih berada di Indonesia. Tentu saja saya memang tidak punya cita-cita serupa. Orang yang memiliki keinginan dan berusaha mewujudkannya tidaklah mustahil untuk mencapainya. Seperti halnya Gita dalam buku ini.

    ReplyDelete
  6. Betul banget kalau ucapan adl doa. Melihat lagi ke belakang, semua yg kupunya dan kudapatkan adl ucapan di masa lalu yg diaminkan dlm hati dan diyakini serta diusahakan hehee

    Bagus sepertinya bukunya, mau cek dulu ah 😆

    ReplyDelete
  7. Aku tau Gita Savitri dari YouTube, Kak. Dan aku juga udah pernah nonton beberapa kontennya di sana 🤭. Selain itu aku juga pernah mampir di blognya juga. Tapi aku baru tau lho kalau ternyata doi juga punya buku juga. Jadi kepo nih, sama bukunya. 😆

    ReplyDelete
  8. Aku mau cari ah buku yg ini. Rentang kisah aku udh punya dan baca. Sukaaa bgt Ama Gita :). Aku berharap anak2ku bisa seperti dia :). Kritis, pintar , mandiri.

    Setuju Ama pemikirannya yg ttg learn to listen. Orang skr banyak yg ga suka mendengarkan org lain. Terlalu fokus Ama dirinya sendiri. Aku srg ngalamin, ATO beberapa kali melihat, partner bicara mengalihkan pembicaraan ke hal lain, bahkan sebelum temennya selesai ngomong. Miris .. kdg aku pengen loh mba , membalas mereka yg seperti itu. Blm selesai ngomong, tp aku udh potong dan ngomongin yg lain. Tapi aku ga bisa. Krn aku tahu itu ga sopan. Dan aku ga kepengin JD org yg sama dgn mereka..

    Makanya skr tiap kali bicara aku LBH suka hati2. Liat lawan bicaranya dulu. LBH bgs diam drpd capek ngomong ga didengerin.

    ReplyDelete
  9. bukunya recommended! terutama pelajaran agar menjadi pendengar yang baik. Salam Mbak

    ReplyDelete
  10. Reviewnya bagus. Jadi penasaran sama bukunya. Aku baru tahu tentang si Gita ini, Masih relatif muda udah ada beberapa ya bukunya. Produktif.

    ReplyDelete
  11. hindari segala bentuk ketakutan....

    siip reviewnya.....

    ReplyDelete
  12. Saya pernah nonton cuap-cuapnya si Gita ini di YouTubenya, dan memang sekilas memang saya bisa membayangkan, kalau dia bikin buku, bakalan seperti ini.

    Tentang bagaimana dia memandang dunia, branding tentang dirinya luar biasa ya, sampai-sampai saya bahkan baru sekali itu menonton cuap-cuapnya, dan itupun hanya sebentar, tapi saya udah bisa membayangkan seperti apa pikirannya.

    Kece ya :)

    ReplyDelete
  13. Hai Kak, aku suka banget sama buku kedua dari Kak Gita ini, melalui buku ini ia menyampaikan gagasan yang ada dipikirannya, apa yang ia alami selama mengelilingi beberapa negara, pengalama hidup orang lain yang tidak hanya dapat diambil pelajarannya oleh Kak GIta, tapi untuk kita juga. Salah satu yang ingat adalah pengalamannya saat memperpanjang visa yang katanya ribetnya bukan main haha, btw salam kenal yaa kak^^

    ReplyDelete

silahkan berkomentar sesuka hati disini..

My Instagram

Copyright © Amirotul Choiriah . Blogger Templates Designed by OddThemes