Nakushita Kotoba

Tak ada yang salah dengan buliran kata yang mengucur deras dari pikiran Naomi. Kata-kata yang mengikuti perasaannya, dicurahkan pada selembar kertas. kertas berwarna hijau ini menjadi tempat dimana Naomi menuliskan apa yang dirasa tentang sikap Takumi akhir-akhir ini kepadanya.

Naomi tak habis pikir bahwa seseorang yang sangat spesial dihidupnya kini sikap dan perilaku berubah 180 derajat dari biasanya. Ini yang membuat Naomi rela menghabiskan setengah waktunya untuk berpikir keras mengenai sikap Takumi itu.

Pertanyaan-pertanyaan yang tak bisa dijawab sendiri oleh Naomi, memenuhi sel-sel disetiap tubuhnya. Bagaimana ini bisa terjadi, 9 bulan yang lalu Takumi bilang kalau Naomi-lah sesosok wanita idamannya, tak ada wanita yang lain seperti Naomi, hanya Naomi yang paling berarti bagi Takumi.. ya, begitulah sekelumit kata-kata yang mampu menerbangkan Naomi ke angkasa.

Tapi sekarang, kata-kata itu  seolah hilang bersama datangnya sikap dingin Takumi dan menerjunkan Naomi kedalam kenyataan, bahwa kata-kata Takumi hanya bualan belaka. Tak dapat dipercaya.

Naomi yang sudah terbelenggu dalam pesona Takumi, kini susah untuk melarikan diri.. walau sikap dingin yang diciptakan Takumi sungguh menyakitkan, tapi Naomi masih terjerat dalam penjara cinta Takumi.




Pagi yang dingin. Langit bewarna abu-abu mendominasi hari yang penting bagi Naomi. Ini adalah hari dimana Naomi melepaskan masa SMA-nya. Graduation’s Day.

Naomi terlihat cantik dengan balutan gaun hijau panjang menjuntai sampai lantai serta rambut yang digulung keatas. Naomi sangat menyukai warna hijau. Baginya, warna hijau mampu membuatnya fresh dan bersemangat dalam menjalani hidup.

Terlihat wajah berseri-seri dimana-mana. Di aula seluas ini, riuh dengan tawa dan kebahagiaan yang tertera dari wajah anak SMA kelas 3 yang akan melangsungkan wisuda dari sekolah ini.

Hanya Naomi yang berbeda. Guratan kesedihan muncul dari wajahnya. Tak ada seseorang pun yang menyadari apa yang terjadi dengan Naomi. Semua sibuk dengan kebahagiaan mereka masing-masing.

Hanya satu yang patut dicurigai untuk guratan kesedihan yang timbul pada wajah Naomi, ya.. Takumi! Takumi-lah lelaki yang dapat merubah mood bahagia seseorang yang sangat mencintainya.

Mata Naomi sibuk mencari-cari di segala penjuru aula. Tapi, tak sedikitpun Naomi menemukan titik keberadaan Takumi. Naomi lelah mencari, tapi ia tak gentar.

Sampai upacara pembukaan dimulai, dan para murid berbaris rapi sesuai kelas masing-masing. Ini kesempatan untuk Naomi menemukan Takumi di barisan kelasnya. Matanya terus mencari.  Tapi, dikelas Takumi.. harapan Naomi sirna. Tak ada Takumi di barisan kelasnya. Naomi sangat khawatir dengan keganjalan ini.

Zara yang berdiri disamping Naomi merasa aneh dengan kegelisahan yang terlihat jelas dari wajah Naomi. “ada apa sih?” kata Zara yang reflek ikut memperhatikan barisan kelas Takumi.

Naomi kaget karena tindakannya disadari Zara, seperti maling yang ketangkap basah. “eh..anu, engga kok?hehe..” Naomi tak dapat berbicara apa adanya. Ia hanya ingin menyimpan segala apa yang dirasa untuk dirinya sendiri. Naomi tak ingin orang lain repot dengan perasaan Naomi. Begitulah kenyataanya. Ini urusan pribadi Naomi, tak ada sangkut pautnya dengan orang lain. bahkan sahabatnya sendiri pun tak tahu apa yang telah diperbuat Takumi sedemikian rupa, membuat Naomi melupakan rasa bahagia dihari istimewa ini.

Sahabat Naomi, Zara.. hanya tahu bahwa Takumi adalah seseorang yang menyukai  Naomi dan perasaan itu disambut Naomi dengan baik. akhirnya, seperti pasangan  pangeran dengan Snow White.. life happily ever after.. seperti dongeng. Begitulah yang tampak dari pandangan Zara, kenyataanya.. sekarang semua berubah.

“dari tadi aku perhatiin kamu super gelisah, wake up Nao, ini hari bahagia untuk kita, tak sepatutnya kau murung begitu.. ada masalah apa?” cerca Zara yang tak memperhatikan pidato dari kepala sekolah, malah asyik mengorek apa yang terjadi dengan Naomi.

Naomi mengambil nafas berat. Pertanyaan itu membuat Naomi ingin sekali menumpahkan cerita yang selama ini dipendamnya kepada Zara, tapi ia tak bisa. Sulit menceritakan ini semua. Naomi sangat mencintai Takumi, sampai-sampai ia tak tahu harus berbuat apa dengan sikap Takumi yang super dingin kepadanya.

Hanya dengan gelengan kepala yang mengartikan ‘all is well’, Naomi jawab pertanyaan  Zara. Seulas senyum yang terkesan dipaksakan menyelimuti wajahnya. Zara tak yakin Naomi tak apa, pasti ada sesuatu yang disembunyikan. Sesuatu ini sangat berarti. Tapi apa? Zara hanya bisa menerka dalam pikiran. Ia tahu Naomi tipikal orang yang tak suka dipaksa. “oke deh” kata Zara.

Euphoria dalam wisuda pelepasan SMA kelas 3 ini berlangsung meriah. perasaan murid SMA kelas 3 campur aduk. Antara bahagia karena telah selesai dalam mengemban tugas sebagai predikat siswa SMA yang lulus dengan nilai yang memuaskan, dan harus berpisah dengan teman sebaya. Kenangan putih abu-abu akan melekat selalu dihati mereka. Tak ada sejengkalpun memori yang luput dari hati mereka. Masa SMA, masa pembelajaran diri untuk lebih baik kedepannya. Ini sebagai gerbang menuju ‘real life’. Hidup yang sebearnya. Menjadi sesosok yang dewasa, tak ada kata main-main semaunya lagi.

Cinta dan cita yang terukir secara halus di masa SMA, menjadikan kenangan yang tak kan terhempas oleh waktu. Begitu pula kisah cinta yang terukir antara Naomi dan Takumi yang bersemi di masa SMA. Namun, Naomi sangat berharap cinta ini akan tetap bersemi sekalipun musim dingin datang dan memporak porandakan hati yang telah terpatri.

Sampai detik ini, Takumi tak muncul di aula. Ini sangat misterius. Tak ada kata berpisah. Tak ada kata selamat tinggal. Dan Naomi bertekad setelah acara ini benar-benar selesai, Naomi akan datang ke rumah Takumi. Apapun yang terjadi, sedingin apapun perlakuan yang akan diberikan Takumi kepada Naomi.. dia akan menerima. Bukankah hidup sebuah penerimaan? begitulah yang diyakini Naomi.

Tanda tanya yang besar akan terus mengikuti langkah Naomi, selama ia tak segera mendapat jawaban langsung dari mata kepala sendiri.

Masih setia dengan gaun hijau yang dikenakannya, Naomi berjalan menyusuri gang demi gang untuk sampai kerumah Takumi. Naomi hapal betul jalan menuju rumah Takumi. Naomi sering diajak oleh Takumi untuk mampir kerumahnya seusai sekolah, tentunya sebelum sikap Takumi yang dulunya hangat, menjadi dingin. Dirumah itu (dulu) ibu Takumi yang menyambut Naomi dengan bersahabat. Senyuman yang khas selalu melekat bilamana Takumi datang bersama Naomi.

Sampai didepan pintu rumah Takumi. Perasaan Naomi campur aduk. Jantungnya berdegup kencang. Darahnya mengalir deras.
Ada keraguan saat tangan Naomi menyentuh pintu rumah Takumi. Tapi, rasa rindu akan kehangatan Naomi yang menggelora, ia pun berani mengetuk pintu rumah Takumi.
3 kali ketukan itu, tak ada jawaban. Bahkan, tanda-tanda kehidupan dari dalam rumah tak muncul. Akhirnya, Naomi mengulang-ngulang ketukan itu dengan keras. Tak ada yang bersedia membukakan pintu.

Benar. Rumah Takumi kosong tak ada orang. Ini aneh.

“maaf, anda siapa?” tiba-tiba ada suara yang mengagetkan Naomi yang tengah meratapi pintu rumah Takumi. Ia berusaha sekeras mungkin menahan bendungan air mata yang hampir jebol.

Naomi membalikan badan kearah asal suara itu. Seorang perempuan yang kira-kira 3 tahun umurnya dibawah Naomi. Wajahnya mirip sekali dengan Takumi. Bedanya, ada tahi lalat yang menghiasi pipi chubby itu.

“eh.. saya Naomi. Em.. saya ingin bertemu dengan Takumi” kata Naomi. Perempuan itu melihat wajah Naomi dengan seksama. Atmosphere-nya langsung berbeda. Entahlah.
“kau Naomi?” perpempuan itu terkejut dengan pernyataan Naomi. “ah.. akhirnya” senyum puas tergambar dari wajah perempuan itu.

“ya?” naomi mengerutkan dahi. Dia heran dengan apa yang dimaksud perempuan itu.

Perempuan itu mengulurkan tangan,”perkenalkan.. aku Siza. Adeknya Takumi”

Naomi membalas uluran tangan itu. Senyum terkembang diwajah cantik Naomi. “dimana Takumi?” tanpa basa-basi, Naomi langsung ke pokok apa yang ia inginkan.

Seketika wajah riang dari Siza berubah. Atmosphere ini.. kembali. Ada yang tidak beres. Butuh waktu yang sedikit lama untuk Siza menjawab pertanyaan Naomi. Ia semakin tak mengerti dengan apa yang terjadi.

“ikut aku!” Siza langsung menarik tangan Naomi dan diajaknya berlari menyusuri gang-gang. Pertanyaan Naomi tak dijawabnya.

“hey, Siza.. apa maksudmu?kemana kita akan pergi?” Naomi berbicara dengan tersendat-sendat karena harus berlari mengikuti langkah Siza yang notabene ia seorang athlete lari. Sial. Rutuk Naomi.

“kau akan tahu nanti. Yang penting ikuti saja aku!”

Mereka berhenti disebuah gedung besar dipusat kota. Keringat deras bercucuran disekujur tubuh Naomi. Rambutnya yang tergulung indah, jadi acak-acakan. Make-up yang menempel dengan cantik, kian memudar. Gaun hijau yang ia kenakan penuh dengan keringat basah.
“nah, kita sudah sampai!” Siza tersenyum riang kepada Naomi.

Naomi terbengong dengan kenyataan yang membawa ia ketempat ini. “maksudmu apa membawaku ketempat seperti ini?” Naomi tak paham dengan apa yang direncanakan Siza untuknya.

“kau cari Takumi kan? Disini. tepatnya disana.” Siza menunjuk jendela dilantai 3.

“ah..” Naomi sadar dengan apa yang terjadi. Buliran air mata menetes satu persatu.

Siza dan Naomi segera masuk ke rumah sakit yang terletak di pusat kota ini. Takumi sedang berbaring disini. Naomi tak ingin mempertanyakan apa penyakit yang didera Takumi sampai ia harus dirawat dan tidak mengikuti acara Graduation’s Day disekolah. Ia hanya ingin memastikan keberadaan Takumi. Ia takut harus mengetahui penyakit apa yang menjangkit tubuhnya. Naomi takut.

Sampai dikamar Takumi berbaring. Air mata yang tadi satu persatu jatuh, kini semakin deras. Naomi melihat kondisi Takumi yang sangat jauh dari kata bugar. Tergeletak diranjang seprai putih.

Ibu Takumi yang mengetahui kehadiran Naomi, langsung menyambarnya dan memeluk dengan erat. Yang Naomi tahu, Ibu takumi periang dan suka sekali tersenyum renyah.. tapi kali ini, sungguh berbeda. Air mata deras mengucur dari matanya yang dikelilingi oleh kerutan.

Takumi tak sadarkan diri. Ia tengah berjuang melawan penyakit Kanker Darah yang menyerangnya sedemikian rupa. Rambut hitam tebalnya, kini berangsur menipis. Senyumnya yang membuat jantung Naomi berdegup kencang, tak terlihat. Hanya wajah lemas tak berdaya.

Diusianya yang belum cukup matang, ia harus menanggung beban seberat ini. Naomi ingin sekali ikut berjuang bersama Takumi melawan penyakit itu. Tapi dia bisa apa, hanya doa yang tulus yang mampu ia lakukan. Semoga ini bisa membantu.

Naomi tak habis pikir kenapa Takumi bisa setega ini menutupi apa yang terjadi kepada dirinya. Malah dia sengaja bersikap dingin kepada Naomi dan berusaha untuk menjauhinya.

Selang beberapa minggu berganti.

Kondisi Takumi semakin memburuk. Naomi selalu sedia menemani Takumi dirumah sakit tempat dimana Takumi berjuang. Naomi selalu memberi support kepada Takumi. Tak pernah sedikitpun Naomi menampilkan wajah sedih ketika berhadapan dengan Takumi. Ia memendam tangisannya sampai kedalam lubuk. Ia tak ingin Takumi melihatnya menangis.
Hanya tawa dan keriangan yang Naomi ciptakan ketika berkomunikasi dengan Takumi. Sayang sekali, Takumi tak pernah membalas perkataan Naomi. Takumi hanya tidur dan tak berdaya. Tapi Naomi yakin, semua kata-kata yang terucap dari mulut Naomi, pasti didengarkan oleh Takumi.

Takumi hanya mencerna makanan yang dimanipulasi menjadi infus itu. Ingin sekali Naomi meyuapi makanan yang bergizi kepada Takumi, tapi ia masih koma. Raga yang tak bergerak ini membuat Naomi selalu memikirkan Takumi. Tak peduli tes masuk universitas yang seharusnya ia ikuti, ia hanya berada disamping ranjang Takumi dan menemaninya all day long.

Suatu malam yang dingin. Suara hujan menjadi backsound antara Naomi yang masih setia menunggu sadarnya Takumi dari koma panjang ini. hujan deras menampar pusat kota. Suara petir menyambar-nyambar tanpa memperhatikan Naomi yang tengah ketakutan dengan suara petir.

Tak pernah ia berhenti berharap untuk kesembuhan Takumi. Ia ingin melihat Takumi yang dulu, yang selalu melindunginya dari apapun. Takumi membuat masa SMA Naomi sangat berarti dengan kehadirannya. Sungguh, masa-masa itu membuat Naomi rindu akan sesosok Takumi yang periang dan tak ada duanya.

Tangan Naomi masih setia mengenggam erat telapak tangan Takumi. Seolah ia tak ingin berpisah dari Takumi. Erat sekali. Naomi berharap tangan yang menggenggamnya dengan tulus ini menjadi kekuatan bagi Takumi untuk terus berjuang melawan Kanker yang sudah bertindak sejauh ini.

Pagi buta sisa hujan semalam sangat dingin. Membuat tatapan Naomi beku. Ia terbangun dari tidurnya semalam. Masih setia disamping Takumi.

Namun apa yang terjadi, tak bisa dilukiskan dengan kata-kata apa yang terjadi dengan Takumi. Air mata deras mengguyur begitu saja tanpa permisi dari mata Naomi. Bendungan di mata Naomi tak dapat ditahan. Air mata melimpah ruah di pipi.

Takumi tergeletak dengan selimut yang menutupi sekujur tubuhnya. Tak ada gerak. Tak ada suara alat pendeteksi jantung. Ya, alat itu sudah mati. Begitu pula dengan…

“Takumiiiiii!” Naomi menyibakkan selimut yang menutup sekujur tubuh Takumi. Ia tak percaya dengan semua ini. ia memastikan. Ia Menyentuhkan tangannya kelubang hidung Takumi, namun sia-sia. tak ada nafas yang tercipta dari hidung Takumi.

Naomi menangis. air mata yang menetes dari mata Naomi, jatuh dipermukaan pipi Takumi.
Ibu Takumi segera menghampiri Naomi. Memeluknya lalu Menenangkannya Dan menangis bersama disamping tubuh tak terbadaya Takumi.

Keadaan yang memilukan bahwa Naomi harus rela menerima kenyataan ini. Takumi.. cinta yang bersemi di masa SMA, telah tiada dengan kalah melawan sel kanker yang menyerangnya.

Mungkin, ini adalah jawaban yang harus diterima oleh Naomi, kenapa sikap hangat Takumi tiba-tiba berubah dingin. Jawaban ini cukup membuat Naomi mengerti dengan semua yang terjadi.

Hidup adalah penerimaan yang indah. Begitulah kata yang ditanamkan Naomi kedalam dirinya. Seberapapun kau menolak itu, ingatlah.. ini garis yang telah ditentukan Tuhan untukmu. Tak bisa kau berbelok melawan garis yang telah ditentukan.








1 comment :

  1. sebentar tuing, mau tanya aku. Ini tulisanmu yg jepang2 ini sinopsis dari setiap komik yg kamu baca atau kmu buat sendiri? hehehe

    ReplyDelete

silahkan berkomentar sesuka hati disini..

My Instagram

Copyright © Amirotul Choiriah . Blogger Templates Designed by OddThemes